Karya Ika Airen
Semestaku remuk
seremuk remahan atom
Sarafku terputus
menarik sisa-sisa napas
Saat kurasa semua adalah akhir
Saat kurasa bahwa mungkin ku t'lah buta
Saat kurasa sepertinya ku t'lah lelah
Hakikatmu muncul di semua inderaku
Mengisi seluruh kekosongan sarafku
Memenuhi setiap semestaku
Remahan semestaku kembali utuh
Sisa-sisa napasku kembali menyatu
Hakikatmu melingkupi aliran darah
Mendendang syahdu bersama aliran mata
Merasukkan sejuk menenangkan jiwa
Dan kini
Puisiku tak lagi indah
Ia mengalah dan menyerah
kepada yang terindah
dan yang tercinta
Selamat Datang, ^_^ Blog ini disediakan bagi yang suka, yang ingin membaca dan belajar bahasa
Artikel
(1)
Cerita Fantasi
(4)
Cerita Pendek
(6)
Fabel
(4)
Linguistik
(4)
Naskah Drama
(1)
Puisi
(13)
Sabtu, 24 Maret 2018
Jumat, 23 Maret 2018
Si Ceroboh Bunny
Karya Nashwa Zahrani Putri Jatmiko
(Kelas 7D SMPN 2 Tanggul)
(Kelas 7D SMPN 2 Tanggul)
Pada hari Minggu pagi yang cerah, seekor
kelinci berwarna putih dengan bulu yang lebat sedang berjalan-jalan. Kelinci
itu bernama Bunny. Bunny senang sekali berjalan-jalan. Tidak lama kemudian, ada
seekor monyet yang sedang terlihat sedih dan resah. Monyet itu bernama Kimon
dan ia terlihat sangat bingung.
“Mon, kenapa kamu terlihat gelisah?”
tanya Bunny.
“Aku bingung. Hari ini adalah ulang
tahun pamanku,” jawab Kimon.
“Lalu, apa yang ingin kamu berikan
kepada pamanmu?” tanya Bunny.
“Aku masih belum mendapatkan hadiah yang
bagus untuk pamanku.”
“Mon, bagaimana kalau kamu membuat banana cake saja?” usul Bunny.
“Tapi, aku tidak terlalu bisa membuat banana cake.”
“Kalau begitu, biar aku saja yang
membuatnya,” kata Bunny dengan semangat.
“Oh, Bunny, terima kasih kamu bersedia
membantuku membuat banana cake,” ujar
Kimon senang.
“Iya, Mon, sama-sama. Aku juga senang
bisa membantumu,” jawab Bunny.
Bunny pun pulang ke rumahnya dan
menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat banana cake. Sementara Kimon mengambil pisang-pisang di rumahnya
kemudian memberikannya kepada Bunny. Kimon sangat bersemangat ingin membuatkan
pamannya banana cake. “Bunny, ini
pisang untuk membuat kue,” seru Kimon.
“Baiklah, Mon. Apakah kamu ingin
membantu membuatnya?” tanya Bunny.
“Sebenarnya aku sangat ingin membuatnya,
tetapi aku harus memberitahu bibiku dan menyiapkan pesta untuk pamanku,” jawab
Kimon dengan nada sedih.
“Sudahlah, Mon. Kalau begitu biar aku
saja yang membuat banana cake untuk
pamanmu. Kamu tak perlu sedih lagi,” kata Bunny.
“Sekali lagi maaf ya, Bunny. Membuat babana cake tidak terlalu sulit kan?”
tanya Kimon.
“Tidak, Mon. Akan kuselesaikan jam dua
belas siang,” kata Bunny.
“Bagaimana kalau jam sebelas saja?” tanya Kimon.
“Baiklah, akan kuselesaikan tepat jam
sebelas,” jawab Bunny.
“Terima kasih, Bunny. Aku akan segera
kembali mengambil kuenya,”
“Iya, hati-hati di jalan,”
“Baik, Bun,”
Kimon pun pergi ke rumah Bibi Monyet
Limon dan Paman Monyet Simon. Sementara Bunny melanjutkan membuat banana cake. Waktu pun menunjukkan pukul
setengah sepuluh. Bunny terburu-buru membuat banana cake sampai ia lupa memasukkan gula ke dalam adonan. Saat kue
sedang dipanggang di dalam oven, Bunny merasa sangat lelah dan tanpa sengaja
tertidur. Tanpa disadari kue di dalam oven menjadi terlalu matang dan gosong.
Bunny pun langsung terbangun karena mencium aroma gosong dari kue. Sementara
waktu telah menunjukkan pukul sebelas tepat. Kimon pun datang ke rumah Bunny.
“Bunny, apakah kuenya sudah selesai kamu
buat?” tanya Kimon saat memasuki dapur Bunny.
Bunny terlihat gugup, “Hmm, begini, Mon,
sebenarnya sudah aku buatkan. Tetapi, kuenya gosong karena terlalu lama di
dalam oven,” Bunny menjelaskan dengan rasa takut.
“Ya ampun! Kita tidak punya lagi untuk
pesta pamanku. Mengapa bisa gosong? Aku kan sudah memberitahumu bahwa hari ini
adalah hari yang sangat spesial untuk Paman Monyet Simon!” ucap Kimon dengan
penuh emosi.
“Iya, aku tahu. Aku minta maaf atas
kejadian hari ini. Aku tidak sengaja tertidur saaat memanggang kue karena aku
sangat lelah,” kata Bunny dengan nada pelan dan sedih.
“Maaf? Apa menurutmu masalah ini akan
selesai dengan kata maaf?” seru Kimon lalu pergi dari rumah Bunny.
“Tapi, Mon...” Bunny mencoba menahan
Kimon pergi dari rumahnya tapi Kimon tak menghiraukannya. Bunny sangat bingung.
Dia merasa sangat bersalah karena telah menghancurkan pesta yang sangat
spesial. Tanpa berpikir panjang, ia pun pergi ke rumah Paman dan Bibi Kimon.
“Bibi Monyet Limon, saya ingin meminta
maaf kepada Bibi, Paman Monyet Simon, dan Kimon,” kata Bunny.
“Iya, Bunny. Kimon sudah menceritakan
kepada Bibi dan Paman. Bibi tidak akan marah tetapi kamu harus bertanggung
jawab jika ada orang yang memberi tanggung jawab padamu,” kata Bibi Monyet
Limon.
“Iya, Bi. Bunny tidak akan ceroboh
lagi,” jawab Bunny sambil terisak.
“Kimon! Kimon! Kemarilah!” panggil Bibi
Monyet Limon.
Kimon menghampiri Bibi Monyet Limon
dengan wajah masih terlihat kesal sekali karena perbuatan ceroboh yang
dilakukan Bunny. Bunny pun merasa malu karena telah mengacaukan pesta ulang
tahun Paman Monyet Simon.
“Kimon, aku minta maaf karena telah
merusak pesta ulang tahun pamanmu,” kata Bunny.
Kimon tetap diam tak mau berkata. Bibi
Monyet Limon menggeleng-gelengkan kepala dan menjawab permintaan maaf Bunny
kepada Kimon. “Kimon, sudah jangan perpanjang masalah ini. Bagaimana kalau kita
membuat banana cake bersama-sama?”
Kimon berpikir sejenak lalu menjawab,
“Baiklah, Bi. Kimon memaafkan Bunny.”
“Terima kasih,” jawab Bunny dengan
senyuman.
“Ayo, kita segera buat kuenya!” ujar
Paman Monyet Simon yang sejak tadi ternyata mendengarkan percakapan ketiganya.
“Oke, Paman,” jawab Kimon dan Bunny
serempak.
Setelah itu, Paman Monyet Simon, Bibi
Monyet Limon, Kimon, dan Bunny bersama-sama membuat banana cake. “Kimon, kamu dan Bunny siapkan bahan-bahannya, ya!”
kata Bibi Monyet Limon. “Sementara Paman dan Bibi akan mengambil pisang di
kebun kita.”
“Baiklah, Bi,” jawab Kimon dan Bunny.
“Kimon, kamu ambil gula dan panaskan
mentega!”
“Baik,” jawab Kimon semangat.
Tak lama kemudian, Paman Monyet Simon
dan Bibi Monyet Limon datang membawa pisang-pisang yang mereka ambil dari
kebun. “Kimon, Bunny, apakah kalian sudah siap membuat adonan kuenya?” tanya
Paman Monyet Simon.
“Sudah, Paman. Kami tinggal memasukkan
pisang ke dalam adonan,” jawab Bunny.
“Ini pisangnya,” Paman Monyet Simon
memberikannya kepada Bunny.
“Bibi dan Paman sebaiknya menunggu di
luar saja. Biar kami yang menyelesaikan,” kata Bunny.
“Baiklah kalau begitu,” jawab Bibi
Monyet Limon.
Kemudian, Bunny dan Kimon melanjutkan
pekerjaannya. Beberapa menit kemudian, mereka menghampiri Paman Monyet Simon
dan Bibi Monyet Limon sambil membawa banana
cake yang beraroma lezat.
“Taraa!!....Ini dia banana cake spesial untuk Paman!” seru Kimon.
“Wah, sepertinya rasanya lezat sekali,”
ujar Paman Monyet Simon.
“Pasti, Paman. Karena yang membuat kue
ini adalah Kimon dan Bunny!” kata Kimon bangga. “Paman, silakan tiup lilin.”
Paman Monyet Simon meniup lilin. Kimon,
Bunny, dan Bibi Monyet Limon mengucapkan selamat ulang tahun kepada Paman
Monyet Simon.
“Nah, Bibi dan Paman juga senang melihat
kalian berdua akur kembali,” kata Bibi Monyet Limon kepada Kimon dan Bunny.
“Iya, Bi. Bunny juga tidak akan ceroboh
lagi,” kata Bunny.
“Baguslah. Lain kali jangan ceroboh
lagi, ya. Kalau kamu diberi amanat maka kamu harus bertanggung jawab dengan
amanat itu. Jangan ceroboh seperti tadi. Kejadian hari ini adalah pengalaman
bagimu,” ujar Bibi Monyet Limon dengan bijak.
“Iya, Bi,” jawab Bunny.
Sejak hari itu, Bunny
berjanji untuk tidak ceroboh lagi. Akhirnya suasana pesta hari itu kembali
meriah meskipun ada sedikit keterlambatan dalam membuat banana cake untuk Paman Monyet Simon.
Ditulis kembali oleh Ika Airen
Senin, 19 Maret 2018
Kebohongan Membawa Malapetaka
Karya Ahmad Indra Firmansyah
(Kelas 7D: SMPN 2 Tanggul)
(Kelas 7D: SMPN 2 Tanggul)
Pada suatu hari, hiduplah seekor
laba-laba yang suka berbohong. Ia suka meremehkan teman-temannya dan tidak mau
berbagi. Sejak itu teman-temannya berkurang.
Suatu hari, ia sedang sibuk memperbaiki
jaringnya yang rusak karena terkena hujan tadi malam. Tanpa disengaja ia
melihat seekor semut yang sedang berjalan melalui jaringnya dengan pelan-pelan.
“Hei, Semut. Kenapa jalanmu lambat?”
tanya si Laba-laba.
“Jalanku lambat, ya?” Semut balik bertanya.
“Iya,” jawab Laba-laba.
Sang Semut bertanya lagi, “Hei,
Laba-laba, apakah kamu mempunyai makanan?”
“Eee....Maaf ya, Semut. Aku tidak punya
makanan.”
“Oh, begitu.”
“Iya.”
Sang Semut pun meninggalkan Laba-laba
dengan rasa kelaparan yang ditahan. Padahal ia sudah mengetahui bahwa ada
makanan di salah satu ujung jaring milik Laba-laba. Tapi, Laba-laba berusaha
menutupinya.
Keesokan harinya, Laba-laba sedang
mengunjungi sarangnya yang lain. Saat ia sampai di sarangnya yang lain, betapa
senangnya dirinya karena di sana banyak serangga yang terjerat oleh jaringnya.
“Wahh....Banyak sekali serangga di
sini!” ujar si Laba-laba.
Malam harinya, ia berpesta sendirian
memakan seluruh serangga yang terjerat oleh jaringnya. Saat ia tengah asyik
menikmati makan malamnya, datanglah seekor katak.
Katak pun bertanya, “Ada pesta apa ini?”
Si Laba-laba menjawab, “Tidak ada
apa-apa, kok.”
“Tapi, tadi aku mendengar kamu bilang,
Pesta! Pesta!” sanggah Katak.
“Tidak. Aku tidak berkata begitu,” jawab
Laba-laba.
Setelah itu, Katak pun pergi
meninggalkan Laba-laba yang telah berbohong padanya.
Keesokan harinya, Laba-laba kembali ke
jaringnya yang lain. Sesampainya di sana, Laba-laba terkejut karena
jaring-jaringnya rusak.
“Ada apa dengan sarangku?” Laba-laba
bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Karena hal itu, Laba-laba pun pergi ke
hutan untuk mencari tempat baru yang dihuni banyak serangga.
Setelah berjalan cukup lama, ia
menemukan tempat yang cocok untuk dirinya yaitu di dekat sungai. Di situ banyak
sekali serangga.
Si Laba-laba mulai membuat sarang di
pinggir sungai. Tak lama setelah sarang selesai dibuat, banyak serangga yang
terjebak di sana. Laba-laba pun sangat senang.
“Wah, hari ini aku makan enak!” girang
si Laba-laba.
Malam pun tiba. Pada saat itu turunlah
hujan yang sangat lebat. Si Laba-laba merasa panik karena takut sarangnya rusak
lagi dan dirinya jatuh hanyut ke sungai. Hujan terus mengguyur. Jaringnya mulai
ada yang terputus. Si Laba-laba pun memperbaikinya tetapi tanpa disangka ia
tergelincir dan jatuh ke sungai. Ia menjerit dan meminta tolong. “Tolong ....
Tolong .... Tolong selamatkan aku!” teriak Laba-laba.
Tanpa disengaja, Laba-laba melihat sang
Semut dan sang Katak yang sedang berteduh di pinggir sungai.
“Semut .... Katak .... Tolong aku!”
teriak Laba-laba.
Sang Semut dan sang Katak tidak
menghiraukan teriakan Laba-laba. Sang Katak pun berkata pada sang Semut,
“Biarlah, Semut. Biar saja dia tenggelam. Dia sering berbohong pada kita.”
Setelah cukup lama meminta pertolongan
kepada sang Katak dan sang Semut, si Laba-laba pun tenggelam. Semenjak hari
itu, si Laba-laba tidak terlihat lagi.
Ditulis kembali oleh Ika Airen
Minggu, 18 Maret 2018
Idiom, Ungkapan, dan Kata Majemuk
Oleh Ika Airen
Perubahan kata majemuk akibat penambahan kata yang di atas tidak logis tidak logis/tidak
berterima/tidak masuk akal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata
majemuk tidak dapat disisipi kata seperti yang
atau sedang dan juga tidak membentuk
makna baru, artinya makna yang terbentuk masih dapat ditelusuri dari unsur
pembentuknya.
Di dalam bahasa Indonesia kerap kita
dengar kata ungkapan. Selain ungkapan, ada juga yang dinamakan idiom dan kata
majemuk. Lalu apakah perbedaan ketiganya?
Idiom disebut juga dengan ungkapan.
Idiom adalah gabungan kata yang maknanya tidak dapat dirunut dari arti
setiap komponennya atau setiap unsur pembentuknya. Makna sebuah idiom merupakan
makna baru. Berbeda halnya dengan kata majemuk. Kata majemuk adalah gabungan
kata yang maknanya dapat dirunut dari arti setiap atau salah satu unsur
pembentuknya. Supaya lebih jelas, mari simak contoh berikut.
IDIOM
1.
kambing
hitam : orang
yang dipersalahkan, tertuduh
2.
meja
hijau : pengadilan
3.
rumah
tangga : berkenaan dengan keluarga
Pada contoh nomor 1, frasa kambing hitam memiliki arti orang yang dipersalahkan (tertuduh). Makna baru yang terbentuk
dari frasa kambing hitam yakni orang yang dipersalahkan, tertuduh tidak memiliki hubungan
dengan kata “kambing” dan juga kata “hitam”. Dengan demikian, frasa kambing hitam membentuk makna baru yang
tidak dapat dirunut dari unsur pembentuknya: kambing dan hitam.
Pada contoh nomor 2, frasa meja hijau memiliki arti pengadilan bukan meja berwarna hijau. Makna baru yang terbentuk dari frasa meja
hijau yakni pengadilan, tidak
memiliki hubungan dengan kata “meja” dan juga kata “hijau”. Dengan demikian, frasa
meja hijau membentuk makna baru yang tidak dapat dirunut dari unsur
pembentuknya: meja dan hijau, sehingga dapat dikatakan bahwa
frasa meja hijau disebut idiom.
Lalu,
bagaimana dengan kata majemuk?
KATA
MAJEMUK
1.
rumah
sakit : gedung
tempat merawat orang sakit
2.
kereta
api : kereta
yg terdiri atas rangkaian gerbong (kereta) yg ditarik oleh
lokomotif, dijalankan dng tenaga uap (atau listrik) berjalan di atas rel
lokomotif, dijalankan dng tenaga uap (atau listrik) berjalan di atas rel
Jika dicermati, contoh 1 dan contoh 2 di
atas tentu berbeda dengan idiom. Frasa rumah
sakit bukan berarti rumah yang sakit, melainkan artinya adalah rumah atau
gedung untuk merawat orang sakit. Arti dari frasa rumah sakit masih bisa ditelusuri dari unsur pembentuknya. Begitu
pula dengan frasa kereta api memiliki
makna yang masih bisa di runut dari unsur pembentuknya, yakni rangkaian gerbong
(kereta) yang dijalankan dengan listrik atau tenaga uap. Makna dari frasa rumah sakit dan kereta api tidak jauh berbeda dengan unsur pembentuknya.
Ciri kedua dari kata majemuk ialah tidak
dapat disisipi dengan kata lain, misal: yang atau sedang. Apabila sebuah kata
majemuk disisipi kata lain maka artinya akan berbeda dan tidak logis (tidak
masuk akal). Jadi contoh dan 2 di atas
jika disisipi kata yang maka akan
menjadi:
1.
rumah yang
sakit.
2.
kereta yang api
Langganan:
Postingan (Atom)