Tahun pelajaran baru dimulai, tak terkecuali di SMA
Nusa Bangsa yang berada di Kota Bandung. Sekolah dengan kualitas terbaik yang
berada di Kota Bandung. Maklumlah, siswa yang belajar di sana siswa kaya raya
dengan kunci utama uang. Mungkin, itu tidak berlaku bagi Anantha. Anantha
hanyalah gadis sederhana dari keluarga yang sederhana pula. Anantha dapat
bersekolah di SMA favorit tersebut karena kepandaiannya yang di atas rata-rata.
Anantha memdapat beasiswa dari SMPnya terdahulu. Beruntungnya Anantha dapat belajar
di SMA yang merupakan idaman semua remaja di Kota Bandung.
Hari pertama masuk SMA, Anantha tercengang melihat
gedung sekolahnya yang begitu besar dan tinggi. Hari ini di SMA tersebut
mengadakan MOS yang mewajibkan semua siswanya menggunakan penutup kepala dari
barang bekas dan menggunakan baju berwarna putih. Anantha berjalan menuju ke
sebuah taman di mana ia akan diberi pelatihan. Anantha merupakan siswi baru
kelas X IPA 2. Anantha merasa begitu bahagia bisa bersejolah di tempat ini.
“Apakah aku sedang bermimpi?” tanya Anantha sambil
mencubit tangannya. Anantha seolah-olah tak menyangka dapat bersekolah di
tempat ini. Bagi Anantha, ini bak sebuah mimpi yang menjadi nyata,
“Mengapa kamu mencubit tanganmu?” sapa seorang siswi
perempuan di depannya.
“Hm, tak apa,” jawab Anantha menahan malu.
“Perkenalkan, namaku Tasya,” ujar siswi itu
mengenalkan dirinya.
“Iya, namaku Anantha,” jawab Anantha yang
memperkenalkan dirinya.
Dari pertemuan tersebut, Anantha dan Tasya menjadi teman. Tasya
mempunyai nasib yang sama dengan Anantha yang tergolong siswa sederhana. Akan
tetapi, mereka tak merasa iri hati kepada siswa-siswa lain yang memiliki banyak
harta.
“Tet....tet....tet...” Bel berbunyi menandakan MOS
akan segera dimulai.
“Ayo, Anantha kita harus bergegas!” ucap Tasya
sembari menarik tangan Anantha.
“Iya, ayo!” jawab Anantha singkat.
Mereka berdua berlari sekencang-kencangnya dan tanpa
mereka sadari, Anantha menabrak kakak OSIS yang berada di sampingnya.
“Brak...!” suara yang begitu keras terdengar.
“Maaf, Kak. Saya tidak sengaja,” ucap Anantha dengan
rasa bersalah.
“Apa-apaan ini? Kamu tahu siapa aku?” tanya kakak
OSIS itu kepada Anantha.
“Tidak, Kak,” sahut Anantha.
“Aku adalah Kanaya. Siswa paling nge-top di SMA
ini,” jawab Kanaya.
“Maaf, Kak Kanaya. Saya tidak tahu,” jawab Anantha.
“Berani-beraninya kamu menabrakku!” kata Kanaya
ketus.
“Saya tidak sengaja, Kak.”
“Awas kamu!” ancam Kanaya sembari meninggalkan
Anantha dan Tasya.
Setelah beberapa menit, kakak pemandu MOS, Arka,
mengumumkan bahwa semua siswa harus berada di kelasnya masing-masing. Untunglah
Anantha dan Tasya berada pada kelas yang sama.
“Tasya, aku kebelet pipis, nih,” ucap Anantha dengan
ekspresi cemas.
“Ya udah, sana ke toilet dulu,” jawab Tasya. “Cepat
Anantha, MOS nya hampir mulai.”
Anantha berlari menuju toilet. Tanpa ia sadari,
Kanaya memiliki niat untuk mengerjainya. Kanaya mengunci pintu toilet yang
dimasuki Anantha. “Mampus kamu! Siapa suruh mencari masalah denganku?” ujar
Kanaya dalam hati.
Tasya merasa cemas karena Anantha tak junjung
kembali ke tempat MOS berlangsung. Pada akhirnya Tasya memutuskan untuk mencari
Anantha. Anantha yang berada di dalam toilet tak menyadari bahwa ia sedang
terkunci.
“Anantha!” panggil Tasya.
“Tasya, aku terkunci dari luar,” ujar Anantha cemas.
“Kok bisa, Tha?” tanya Tasya kebingungan.
“Entahlah, bantu aku, Tasya!” sahut Anantha lagi.
Dengan kecemasan karena acara MOS sudah dimulai,
Tasya mencari cara untuk mengeluarkan Anantha dari dalam toilet. Beruntunglah
ada petugas kebersihan lewat dan membantu Tasya membukakan pintu toilet.
“Anantha, kau tak apa-apa?” tanya Tasya cemas.
“Aku tidak apa-apa, Tasya. Sebaiknya kita cepat-cepat
ke tempat acara MOS!” jawab Anantha.
Tanpa membahas kejadian tadi, Anantha dan Tasya
berlari sekuat tenaga. Namun, usaha mereka sia-sia. Acara MOS sudah dimulai
lima belas menit yang lalu.
“Lihat! Dua anak ini terlambat!” ujar Kanaya sembari
tertawa kecil.
“Mengapa kalian terlambat?” tanya Arka.
“Namanya juga anak kampung! Pasti lelet!” sahut
Kanaya.
“Tadi ada masalah, Kak,” jawab Anantha.
Anantha dan Tasya yang terlamabat mendapat hukumam
dari Arka. Namun, hukuman itu berasal dari ide Kanaya yang sangat benci pada
Anantha.
“Hukuman kalian adalah berlari mengelilingi lapangan
sepuluh kali dengan wajah yang dicoret dengan lipstik dan tidak menggunakan
alas kaki!” perintah Kanaya.
“Apa itu tidak keterlaluan, Kanaya?” tanya Arka.
“Mereka pantas mendapat hukuman itu,” jawab Kanaya.
Anantha dan Tasya pun melaksanakan hukuan yang
diberikan. Mereka ditertawakan karena wajah mereka penuh dengan coretan. Hati
Anantha begitu sakit tetapi ia ikhlas menjalani hukuman tersebut meski menahan
rasa malu.
“Bagaimana? Masih mau mencari masalah lagi denganku?”
tanya Kanaya.
“Kak, kami di sini ingin belajar bukan mencari
musuh!” jawab Anantha dengan tegas.
“Berani sekali kamu meninggikan nada suaramu
padaku?” bentak Kanaya.
“Sudahlah, Tha, jangan dilawan,” sela Tasya
menghentikan pertengkaran.
Kanaya pun meninggalkan Anantha dan Tasya di sana.
Di dalam hatinya, Kanaya ingin melakukan sesuatu yang bisa membuat Anantha malu
lagi. Kanaya mencari tahu tentang Anantha. Kanaya tahu bahwa Anantha merupakan anak
dari keluarga sederhana bahkan keluarga tak berada.
“Anantha, ke sini!” teriak Kanaya.
Anantha menjawab, “Ada apa, Kak?”
“Tolong bersihkan kelasku dong. Teman-temanku sedang
rapat di Aula!” perintah Kanaya.
“Baiklah, Kak,” sahut Anantha.
Diam-diam Kanaya mengambil tas Anantha yang berada
tepat di sebelahnya. Kanaya memasukkan jam tangan mahalnya ke dalam tas
Anantha. Sementara Anantha, setelah menyelesaikan tugasnya, ia pun pergi dari
kelas XII IPS tersebut. Anantha tak menyadari bahwa ia sedang mendapat masalah
baru.
“Jam tanganku hilang!” teriak Kanaya tiba-tiba.
“Kok bisa? Di mana? Kapan?” tanya teman-temannya.
“Tadi aku menyuruh membereskan kelas ini, pastilah
Anantha yang mengambil!” ujar Kanaya.
“Ayo, kita ke Anantha!” jawab teman-teman Kanaya.
Kanaya dan teman-temannya bergegas ke kelas Anantha.
Tanpa basa-basi mereka langsung melabrak Anatha.
“Hei, Anantha, kau mencuri jam tangan mahal milik
Kanaya, bukan?” tanya Fara.
“Tentu, karena tidak ada lagi yang bisa kita tuduh,”
sahut Kanaya.
“Bukan! Bukan aku!” jawab Anantha membela diri.
“Siapa lagi kalau bukan kamu?”
“Tapi, Kak, memang bukan aku!”
“Kamu ini anak miskin. Mungkin saja kamu ingin
memiliki jam tangan mewah seperti milikku!” tuduh Anantha.
“Tidak, bukan aku!”
“Jangan mengelak, dasar rakyat jelata! Sebenarnya
kau tak pantas bersekolah di tempat ini. Kau hanya mengotori nama baik sekolah
ini!”
Anantha pergi dengan rasa sedih. Tanpa disadari Arka
tengah memperhatikannya. Anantha pun bercerita semuanya pada Arka. Arka yang
merasa Anantha tak bersalah mulai menyelidiki masalah tersebut. Arka tak tega
melihat Anantha menangis karena diina oleh semua orang. Arka teringat kalau di
setiap ruangan pasti ada kamera CCTV. Arka mengumumkan supaya semua siswa
berkumpul di depan ruang komputer CCTV.
“Lihat itu! Di sana ada CCTV. Pasti di dalamnya ada rekaman
pelaku yang sebenarnya,” ujar Arka.
“Aduh, aku lupa kalau ada CCTV,” ucap Kanaya di
dalam hati.
Mereka semua melihat rekaman tersebut dan mengetahui
bahwa Kanayalah pelaku sebenarnya. Mereka sangat keasl dan mengolok-olok
Kanaya. Kanaya yang merasa malu pergi meninggalkan tenman-temannya. Anatha
mengikuti Kanaya.
“Kak?” sapa Anantha pada Kanaya.
“Ngapain kamu ke sini? Belum puas kamu melihat
teman-temanku membenciku?” tanya Kanaya.
“Kak, aku hanya ingin bersahabat denganmu!” pinta
Kanaya.
“Kamu masih mau bersahabat denganku?” tanya Kanaya
lagi.
“Iya, kenapa tidak?”
“Terima kasih, Tha. Aku tidak tahu bagaimana
membalas kebaikanmu.”
“Lupakan saja, Kak,” jawab Anantha.
Sejak kejadian itu,
Anantha, Tasya, Arka, dan Kanaya mejadi sahabat. Mereka selalu bersama. Kasih
sayang yang mereka berikan satu sama lain bagaikan udara yang tak pernah ada
habisnya.
ππ»ππ»
BalasHapusBagus...namun terdapat kata yang salah ketik(typo)ππ»
Bagus sekali ceritanyaπππ
BalasHapus