Karya Ika Airen
Sudah satu bulan ini, aku mendapati bunga mawar putih di laciku dan juga secarik kertas berisi beberapa baris kata-kata mutiara tanpa nama. Kali ini aku mendapat dua tangkai mawar putih dan secarik kertas berisi sebaris kalimat:
Jalani hidup dengan
senyum menyambut pagi
Aku nggak habis pikir apa maksud semua ini.
“Ra, ayo pulang!”
Sebuah suara membuyarkan lamunanku. Dia Rama, teman sekelas sekaligus sahabatku sejak kecil. Aku selalu berangkat dan pulang sekolah bersamanya.
“Iya, Ram.”
“Ra, sepertinya akhir-akhir ini kamu sering melamun. Ada apa?”
Apa aku cerita saja ya ke Rama. Mungkin saja Rama bisa bantu. Kuambil bunga dan kertas itu dari tasku.
“Nih. Sudah satu bulan ini aku mendapat bunga dan secarik kertas anonim ini di laciku.”
Rama mengambil bunga itu. Aku menangkap keterkejutan di wajahnya.
“Menurutmu, apa
maksud dari
semua ini?”
Rama terdiam sesaat lalu mengangkat bahu. “Mungkin seseorang ingin kamu tahu tentang perasaannya tanpa ingin jadiin kamu
pacarnya.”
“Hah? Aneh. Emangnya kenapa?” tanyaku penasaran.
“Mungkin dia nggak mau terjadi sesuatu.”
“Sesuatu seperti apa?”
“Ya.....sesuatu,”
kalimat Rama menggantung.
Aku bingung. Aku tak mengerti maksudnya. Selalu begitu. Rama selalu sok jadi detektif.
“Oh ya, Ra, kamu nggak ingin diantar dan dijemput pacar kamu ke sekolah?” tanya Rama seolah mengalihkan pembicaraan.
“Kamu tahu kan kalau aku nggak mau pacaran. Mending aku memikirkan hal yang lebih penting.
Ehm, Ram, kamu bosan ya berangkat dan pulang sekolah sama aku? Atau kamu pengen berangkat dan pulang sekolah sama cewek yang kamu suka?”
“Nggak juga sih,
Ra. Siapa juga yang bosan. Lagian
emang aku kan yang ngajak kamu bareng. Dan juga nggak ada cewek yang pengen aku ajak bareng.”
“Terus, kenapa kamu tanya
begitu? Kalau nggak salah udah dua kali kamu tanya begitu.”
“Nggak apa-apa kok, cuma tanya saja,” jawabnya santai.
“Nggak apa-apa kok, cuma tanya saja,” jawabnya santai.
xxxxxxxxxxxx
Seisi kamar sudah aku obrak-abrik. Tapi aku tetap tak menemukan secarik kertas yang ada bersama bunga mawar putih itu. Seisi tas sudah aku keluarkan. Tapi tak ada. Sebenarnya aku tak perlu ambil pusing seperti ini. Hanya
saja aku ingin mengumpulkan kertas-kertas itu. Barisan tulisan di kertas itu selalu memberiku semangat dan dukungan, bukan kata-kata gombal belaka. Aku mencoba mengingat kejadian kemarin setelah aku mengambil bunga dan kertas
itu. Apa mungkin kertas itu terbawa oleh Rama? Yah, tapi hari ini aku tidak berangkat dengannya. Tadi dia menelepon bahwa harus berangkat pagi-pagi karena ada rapat OSIS. Nanti saja deh, aku ambil di sekokah.
Sesampainya
di kelas, aku tak melihat Rama. Mungkin dia masih rapat. Aku menuju bangku Rama. Tasnya ada di sana. Tas itu sedikit terbuka.
Pasti Rama tadi mengambil sesuatu dari tasnya lalu lupa menutupnya kembali. Itu memang kebiasaannya dari dulu. Aku berniat mengambil kertas itu dari tas Rama.
Aku
sudah biasa mengambil sendiri barangku yang ketinggalan di rumah Rama, di kamar, ataupun di tasnya. Aku mengambil tas Rama. Ada secarik kertas yang hampir jatuh. Oh, itu kertas yang kemarin. Aku mengambilnya, tapi ada yang aneh. Kalimat yang tertera di kertas itu berbeda.
Tulisannya berbunyi: Maaf.
Aku terheran. Ini tulisan Rama, tapi kertas ini sama dengan yang selama ini kuterima. Ah, aku tersadar, tulisan ini juga sama dengan tulisan yang ada di kertas-kertas yang
selama ini aku
terima. Buru-buru aku membuka tas Rama lebih lebar. Aku terhenyak. Dan
benar. Aku menemukan sesuatu yang selama satu bulan ini kutemukan di laciku. Bunga Mawar putih
beserta secarik kertas
bertuliskan kata-kata penyemangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar