Selamat Datang, ^_^ Blog ini disediakan bagi yang suka, yang ingin membaca dan belajar bahasa

Selasa, 01 Januari 2019

Persahabatan Putih Abu-Abuku

karya Nailul Izza Anggita Putri (9F)

Tahun pelajaran baru dimulai, tak terkecuali di SMA Nusa Bangsa yang berada di Kota Bandung. Sekolah dengan kualitas terbaik yang berada di Kota Bandung. Maklumlah, siswa yang belajar di sana siswa kaya raya dengan kunci utama uang. Mungkin, itu tidak berlaku bagi Anantha. Anantha hanyalah gadis sederhana dari keluarga yang sederhana pula. Anantha dapat bersekolah di SMA favorit tersebut karena kepandaiannya yang di atas rata-rata. Anantha memdapat beasiswa dari SMPnya terdahulu. Beruntungnya Anantha dapat belajar di SMA yang merupakan idaman semua remaja di Kota Bandung.
Hari pertama masuk SMA, Anantha tercengang melihat gedung sekolahnya yang begitu besar dan tinggi. Hari ini di SMA tersebut mengadakan MOS yang mewajibkan semua siswanya menggunakan penutup kepala dari barang bekas dan menggunakan baju berwarna putih. Anantha berjalan menuju ke sebuah taman di mana ia akan diberi pelatihan. Anantha merupakan siswi baru kelas X IPA 2. Anantha merasa begitu bahagia bisa bersejolah di tempat ini.
“Apakah aku sedang bermimpi?” tanya Anantha sambil mencubit tangannya. Anantha seolah-olah tak menyangka dapat bersekolah di tempat ini. Bagi Anantha, ini bak sebuah mimpi yang menjadi nyata,
“Mengapa kamu mencubit tanganmu?” sapa seorang siswi perempuan di depannya.
“Hm, tak apa,” jawab Anantha menahan malu.
“Perkenalkan, namaku Tasya,” ujar siswi itu mengenalkan dirinya.
“Iya, namaku Anantha,” jawab Anantha yang memperkenalkan dirinya.
Dari pertemuan tersebut,  Anantha dan Tasya menjadi teman. Tasya mempunyai nasib yang sama dengan Anantha yang tergolong siswa sederhana. Akan tetapi, mereka tak merasa iri hati kepada siswa-siswa lain yang memiliki banyak harta.
“Tet....tet....tet...” Bel berbunyi menandakan MOS akan segera dimulai.
“Ayo, Anantha kita harus bergegas!” ucap Tasya sembari menarik tangan Anantha.
“Iya, ayo!” jawab Anantha singkat.
Mereka berdua berlari sekencang-kencangnya dan tanpa mereka sadari, Anantha menabrak kakak OSIS yang berada di sampingnya.
“Brak...!” suara yang begitu keras terdengar.
“Maaf, Kak. Saya tidak sengaja,” ucap Anantha dengan rasa bersalah.
“Apa-apaan ini? Kamu tahu siapa aku?” tanya kakak OSIS itu kepada Anantha.
“Tidak, Kak,” sahut Anantha.
“Aku adalah Kanaya. Siswa paling nge-top di SMA ini,” jawab Kanaya.
“Maaf, Kak Kanaya. Saya tidak tahu,” jawab Anantha.
“Berani-beraninya kamu menabrakku!” kata Kanaya ketus.
“Saya tidak sengaja, Kak.”
“Awas kamu!” ancam Kanaya sembari meninggalkan Anantha dan Tasya.
Setelah beberapa menit, kakak pemandu MOS, Arka, mengumumkan bahwa semua siswa harus berada di kelasnya masing-masing. Untunglah Anantha dan Tasya berada pada kelas yang sama.
“Tasya, aku kebelet pipis, nih,” ucap Anantha dengan ekspresi cemas.
“Ya udah, sana ke toilet dulu,” jawab Tasya. “Cepat Anantha, MOS nya hampir mulai.”
Anantha berlari menuju toilet. Tanpa ia sadari, Kanaya memiliki niat untuk mengerjainya. Kanaya mengunci pintu toilet yang dimasuki Anantha. “Mampus kamu! Siapa suruh mencari masalah denganku?” ujar Kanaya dalam hati.
Tasya merasa cemas karena Anantha tak junjung kembali ke tempat MOS berlangsung. Pada akhirnya Tasya memutuskan untuk mencari Anantha. Anantha yang berada di dalam toilet tak menyadari bahwa ia sedang terkunci.
“Anantha!” panggil Tasya.
“Tasya, aku terkunci dari luar,” ujar Anantha cemas.
“Kok bisa, Tha?” tanya Tasya kebingungan.
“Entahlah, bantu aku, Tasya!” sahut Anantha lagi.
Dengan kecemasan karena acara MOS sudah dimulai, Tasya mencari cara untuk mengeluarkan Anantha dari dalam toilet. Beruntunglah ada petugas kebersihan lewat dan membantu Tasya membukakan pintu toilet.
“Anantha, kau tak apa-apa?” tanya Tasya cemas.
“Aku tidak apa-apa, Tasya. Sebaiknya kita cepat-cepat ke tempat acara MOS!” jawab Anantha.
Tanpa membahas kejadian tadi, Anantha dan Tasya berlari sekuat tenaga. Namun, usaha mereka sia-sia. Acara MOS sudah dimulai lima belas menit yang lalu.
“Lihat! Dua anak ini terlambat!” ujar Kanaya sembari tertawa kecil.
“Mengapa kalian terlambat?” tanya Arka.
“Namanya juga anak kampung! Pasti lelet!” sahut Kanaya.
“Tadi ada masalah, Kak,” jawab Anantha.
Anantha dan Tasya yang terlamabat mendapat hukumam dari Arka. Namun, hukuman itu berasal dari ide Kanaya yang sangat benci pada Anantha.
“Hukuman kalian adalah berlari mengelilingi lapangan sepuluh kali dengan wajah yang dicoret dengan lipstik dan tidak menggunakan alas kaki!” perintah Kanaya.
“Apa itu tidak keterlaluan, Kanaya?” tanya Arka.
“Mereka pantas mendapat hukuman itu,” jawab Kanaya.
Anantha dan Tasya pun melaksanakan hukuan yang diberikan. Mereka ditertawakan karena wajah mereka penuh dengan coretan. Hati Anantha begitu sakit tetapi ia ikhlas menjalani hukuman tersebut meski menahan rasa malu.
“Bagaimana? Masih mau mencari masalah lagi denganku?” tanya Kanaya.
“Kak, kami di sini ingin belajar bukan mencari musuh!” jawab Anantha dengan tegas.
“Berani sekali kamu meninggikan nada suaramu padaku?” bentak Kanaya.
“Sudahlah, Tha, jangan dilawan,” sela Tasya menghentikan pertengkaran.
Kanaya pun meninggalkan Anantha dan Tasya di sana. Di dalam hatinya, Kanaya ingin melakukan sesuatu yang bisa membuat Anantha malu lagi. Kanaya mencari tahu tentang Anantha. Kanaya tahu bahwa Anantha merupakan anak dari keluarga sederhana bahkan keluarga tak berada.
“Anantha, ke sini!” teriak Kanaya.
Anantha menjawab, “Ada apa, Kak?”
“Tolong bersihkan kelasku dong. Teman-temanku sedang rapat di Aula!” perintah Kanaya.
“Baiklah, Kak,” sahut Anantha.
Diam-diam Kanaya mengambil tas Anantha yang berada tepat di sebelahnya. Kanaya memasukkan jam tangan mahalnya ke dalam tas Anantha. Sementara Anantha, setelah menyelesaikan tugasnya, ia pun pergi dari kelas XII IPS tersebut. Anantha tak menyadari bahwa ia sedang mendapat masalah baru.
“Jam tanganku hilang!” teriak Kanaya tiba-tiba.
“Kok bisa? Di mana? Kapan?” tanya teman-temannya.
“Tadi aku menyuruh membereskan kelas ini, pastilah Anantha yang mengambil!” ujar Kanaya.
“Ayo, kita ke Anantha!” jawab teman-teman Kanaya.
Kanaya dan teman-temannya bergegas ke kelas Anantha. Tanpa basa-basi mereka langsung melabrak Anatha.
“Hei, Anantha, kau mencuri jam tangan mahal milik Kanaya, bukan?” tanya Fara.
“Tentu, karena tidak ada lagi yang bisa kita tuduh,” sahut Kanaya.
“Bukan! Bukan aku!” jawab Anantha membela diri.
“Siapa lagi kalau bukan kamu?”
“Tapi, Kak, memang bukan aku!”
“Kamu ini anak miskin. Mungkin saja kamu ingin memiliki jam tangan mewah seperti milikku!” tuduh Anantha.
“Tidak, bukan aku!”
“Jangan mengelak, dasar rakyat jelata! Sebenarnya kau tak pantas bersekolah di tempat ini. Kau hanya mengotori nama baik sekolah ini!”
Anantha pergi dengan rasa sedih. Tanpa disadari Arka tengah memperhatikannya. Anantha pun bercerita semuanya pada Arka. Arka yang merasa Anantha tak bersalah mulai menyelidiki masalah tersebut. Arka tak tega melihat Anantha menangis karena diina oleh semua orang. Arka teringat kalau di setiap ruangan pasti ada kamera CCTV. Arka mengumumkan supaya semua siswa berkumpul di depan ruang komputer CCTV.
“Lihat itu! Di sana ada CCTV. Pasti di dalamnya ada rekaman pelaku yang sebenarnya,” ujar Arka.
“Aduh, aku lupa kalau ada CCTV,” ucap Kanaya di dalam hati.
Mereka semua melihat rekaman tersebut dan mengetahui bahwa Kanayalah pelaku sebenarnya. Mereka sangat keasl dan mengolok-olok Kanaya. Kanaya yang merasa malu pergi meninggalkan tenman-temannya. Anatha mengikuti Kanaya.
“Kak?” sapa Anantha pada Kanaya.
“Ngapain kamu ke sini? Belum puas kamu melihat teman-temanku membenciku?” tanya Kanaya.
“Kak, aku hanya ingin bersahabat denganmu!” pinta Kanaya.
“Kamu masih mau bersahabat denganku?” tanya Kanaya lagi.
“Iya, kenapa tidak?”
“Terima kasih, Tha. Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu.”
“Lupakan saja, Kak,” jawab Anantha.
Sejak kejadian itu, Anantha, Tasya, Arka, dan Kanaya mejadi sahabat. Mereka selalu bersama. Kasih sayang yang mereka berikan satu sama lain bagaikan udara yang tak pernah ada habisnya.